MITRABERITA.NET | Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali mengeluarkan kebijakan yang aneh dan membuat dunia tidak habis pikir, dengan menjatuhkan sanksi terhadap Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Pemerintah Palestina (PA).
Washington menuduh kedua entitas itu gagal memenuhi komitmen perdamaian dan justru memperkeruh konflik Timur Tengah. Ironisnya, keputusan ini muncul di tengah meningkatnya agresi Israel terhadap warga Palestina yang telah menewaskan puluhan ribu jiwa.
Langkah ini pun memicu pertanyaan besar di dunia internasional: Mengapa Palestina yang ditekan, sementara Israel yang sedang menghadapi tuntutan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) justru tidak tersentuh?
“Merupakan kepentingan keamanan nasional kami untuk memberikan konsekuensi dan meminta pertanggungjawaban PLO dan PA atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen dan merusak prospek perdamaian,” tulis pemerintah AS dalam pernyataan resmi yang dikutip dari Anadolu, Jumat 1 Agustus 2025.
AS melaporkan ke Kongres bahwa PLO dan PA telah melanggar dua undang-undang utama, yakni Undang-Undang Kepatuhan Komitmen PLO 1989 dan Middle East Peace Commitments Act (MEPCA) 2002.
Undang-undang tersebut mensyaratkan PLO untuk mengakui hak hidup Israel dan menolak terorisme dalam bentuk apapun. MEPCA 2002 sendiri mewajibkan AS menjatuhkan sanksi jika PLO atau PA dianggap tidak mematuhi isi Perjanjian Oslo, yang merupakan landasan perdamaian sementara antara Israel dan Palestina.
AS menuduh PLO dan PA melakukan pelanggaran dengan mendukung tindakan organisasi internasional yang dinilai menyalahi Resolusi PBB No. 242 dan 338.
As juga menuduh PLONdan PA menginternasionalisasi konflik melalui ICC dan ICJ, dan melakukan glorifikasi terhadap aksi kekerasan yang menurut AS termasuk bentuk dukungan terorisme.
Namun, Resolusi Dewan Keamanan PBB 242 dan 338 justru menegaskan agar Israel menarik diri dari wilayah pendudukan dan menghormati kedaulatan negara-negara di kawasan.
Sementara itu, ICC dan ICJ baru-baru ini menyasar pejabat tinggi Israel atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mereka lakukan terhadap warga Negara Palestina yang tak berdosa.
Standar Ganda Amerika Melindungi Israel
Keputusan sanksi ini dikeluarkan ketika dunia sedang menyaksikan agresi brutal Israel di Jalur Gaza yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023. Serangan tersebut telah merenggut lebih dari 60.200 nyawa warga Negara Palestina, kebanyakan di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Bahkan, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, sementara Mahkamah Internasional sedang menangani kasus dugaan genosida oleh Israel.
Namun, alih-alih mengecam atau menekan Israel, Pemerintah AS justru melarang pejabat PLO dan PA untuk masuk ke wilayah Amerika, dan mendukung penuh penjajahan yang dilakukan Israel.
“Amerika Serikat menjatuhkan sanksi dengan menolak visa bagi anggota PLO dan pejabat Otoritas Palestina sesuai dengan Pasal 604 (a)(1) MEPCA,” demikian bunyi pernyataan pemerintah AS.
Keputusan sepihak ini memperkuat narasi bahwa Amerika Serikat tidak netral dalam konflik Israel-Palestina. Sementara satu pihak menggempur dan melanggar hukum internasional, pihak yang menjadi korban malah dikenai sanksi.
Pengamat Timur Tengah menilai kebijakan ini merupakan bagian dari strategi dominasi AS melalui standar ganda, di mana sekutu tetap dilindungi meskipun melanggar hukum, dan pihak lemah ditekan atas nama stabilitas atau keamanan nasional.
“Ini bukan hanya ketidakadilan, tapi bentuk modern dari penjajahan politik dan hukum,” ungkap seorang analis kebijakan luar negeri kepada CNBC Indonesia.
Langkah AS ini dinilai dapat memperburuk situasi, memperpanjang penderitaan rakyat Palestina, serta mengikis kredibilitas Washington sebagai mediator konflik yang adil.
Editor: Tim Redaksi