MitraBerita | Dalam Dialog Interaktif bertajuk “Carut Marut Pencalonan Gubernur Aceh, Adakah Rival Muzakir Manaf?” yang digelar oleh Komunitas Sadar dan Taat Hukum (Kostum), muncul pernyataan menarik terkait peluang pencalonan Bustami dalam Pilkada Aceh.
Acara tersebut menghadirkan tiga narasumber: Dr. Effendi Hasan, MA, Dosen Fisip USK; Dr. M. Akmal, M.A, Dosen Ilmu Politik Unimal; dan Raihal Fajri, Direktur Eksekutif Katahati Institute.
Dalam diskusi tersebut, Dr. M. Akmal, Dosen Ilmu Politik Unimal, mengungkapkan bahwa Bustami masih memiliki peluang besar untuk maju sebagai calon gubernur hingga hari terakhir pendaftaran.
Menurutnya, surat edaran (SE) dari Menteri Dalam Negeri yang mengatur pengunduran diri penjabat kepala daerah dan aparatur sipil negara 40 hari sebelum pendaftaran calon tidak mencakup sanksi bagi Bustami.
Akmal mengklaim bahwa Baliho yang muncul untuk mendukung Bustami maju Pilkada merupakan inisiatif pihak lain dan bukan dari Bustami sendiri, sehingga tidak melanggar aturan.
Akmal menambahkan, SE tersebut berlaku untuk seluruh penjabat kepala daerah di Indonesia, dan dalam konteks ini, Bustami memiliki peluang yang signifikan. Ia menyebutkan bahwa Bustami bisa saja diusung sebagai calon gubernur dengan dukungan dari pusat, yang mencerminkan dinamika politik nasional.
Sementara itu, Dr. Effendi Hasan, MA, dari Fisip USK, menyoroti bahwa Pilkada sering kali menimbulkan masalah besar, termasuk biaya tinggi dan praktik politik uang.
Ia juga menegaskan bahwa Pilkada dapat memicu konflik di masyarakat karena perbedaan pilihan termasuk pada pelaksanaan Pilkada Aceh.
Diskusi ini memberikan gambaran jelas tentang dinamika pencalonan gubernur Aceh, Bustami tampaknya juga menjadi kandidat kuat meskipun ada berbagai isu dan tantangan yang muncul menjelang Pilkada.