MITRABERITA.NET | Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Aceh menegaskan komitmennya untuk menjadikan Aceh sebagai pusat perdagangan global di wilayah barat Indonesia.
Hal ini disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Naskah Akademik Master Plan Pengembangan Ekonomi bertajuk “Aceh Sebagai Lokomotif Ekonomi Indonesia Wilayah Barat” yang digelar Bappeda Aceh di Banda Aceh, Senin 11 Agustus 2025.
Mewakili Kanwil Bea Cukai Aceh, Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai, Asral Efendi, memaparkan bahwa posisi strategis Aceh yang berada di ujung barat Indonesia, berbatasan langsung dengan Selat Malaka.
Selat Malaka adalah jalur pelayaran tersibuk di dunia, yang membuka peluang besar untuk menjadikan Aceh sebagai transhipment hub dan gateway ekspor-impor.
Dengan letak geografis yang menghubungkan Indonesia ke pasar ASEAN, India, dan Timur Tengah, Aceh dinilai mampu menjadi simpul penting perdagangan internasional.
“Dengan dukungan fasilitas dan insentif kepabeanan, Aceh berpotensi menjadi pusat aktivitas perdagangan yang kompetitif,” ujar Asral.
Bea Cukai Aceh memaparkan sejumlah fasilitas strategis seperti Tempat Penimbunan Berikat (TPB), Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hingga Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
Fasilitas tersebut memberikan insentif berupa pembebasan atau penangguhan bea masuk, pembebasan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), serta keringanan pajak lainnya guna menarik investasi dan mendorong pertumbuhan industri di Aceh.
Selain itu, Bea Cukai juga menyoroti capaian ekspor daerah, termasuk ekspor kembali CPO melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) Agro Murni di Lhokseumawe, serta keberhasilan lima UMKM binaan menembus pasar internasional, dengan tujuan ekspor ke China, Jepang, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Rusia.
Dalam forum tersebut, Asral menekankan pentingnya peningkatan kualitas data ekspor sebagai dasar penyusunan kebijakan, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Ia juga menyoroti perlunya optimalisasi infrastruktur pelabuhan dan mendorong pembukaan jalur laut baru Lhokseumawe–Penang yang diharapkan menjadi penggerak perdagangan lintas negara.
Tak hanya itu, ia turut memaparkan skema fasilitas carnet sebagai dukungan kelancaran perdagangan internasional.
FGD ini dihadiri oleh perwakilan Bank Indonesia, Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Dinas Perhubungan Aceh, akademisi, dan tokoh masyarakat.
Seluruh peserta membahas strategi komprehensif untuk menjadikan Aceh sebagai lokomotif ekonomi wilayah barat Indonesia, dengan Bea Cukai sebagai salah satu motor penggerak utama.
Editor: Tim Redaksi