“Setelah berbulan-bulan dikurung dalam kelaparan, warga Gaza akhirnya mendapat bantuan, namun pejabat Israel justru murka.”
MITRABERITA.NET | Setelah berbulan-bulan dikurung dalam kondisi kelaparan dan krisis kemanusiaan, akhirnya warga Negara Palestina di Gaza memperoleh bantuan kemanusiaan, meski bukan tanpa kontroversi.
Langit Gaza akhirnya tak hanya mengirimkan bom dan drone dari penjajah untuk membumihanguskan anak-anak dan wanita tak berdosa, tapi juga bantuan kemanusiaan.
Militer Israel mengumumkan pembukaan koridor untuk distribusi bantuan dan penghentian operasi tempur di sejumlah titik. Namun langkah ini memantik kemarahan dari dalam pemerintahan Israel sendiri.
Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, meledak murka. Ia mengecam keputusan pemerintah Israel yang memperlonggar akses bantuan ke Gaza, menyebutnya sebagai “bentuk penyerahan diri kepada Hamas.”
“Pada Sabtu malam, saya diberitahu oleh seorang sumber di Kantor Perdana Menteri bahwa selama Sabat, konsultasi keamanan berlangsung tanpa saya,” kata Ben-Gvir, dikutip dari CNN, Ahad 27 Juli 2025.
Sabat, hari suci umat Yahudi, biasanya diisi dengan istirahat dan tidak bekerja. Namun Ben-Gvir mengklaim tetap siap jika dibutuhkan, dan kecewa karena tak dilibatkan dalam keputusan yang ia anggap strategis dan sangat penting.
Politisi sayap kanan garis keras itu dikenal sebagai penentang paling vokal terhadap gencatan senjata dan bantuan untuk Gaza. Ia konsisten menyerukan serangan total terhadap wilayah berdaulat Palestina.
“Satu-satunya cara untuk menang adalah menghentikan sepenuhnya bantuan, menguasai seluruh Jalur Gaza, dan mendorong migrasi sukarela,” tegas Ben-Gvir.
Pemerintah Israel melonggarkan jalur bantuan setelah menuai tekanan dari komunitas internasional.
Selama lebih dari 11 pekan, sejak Maret 2025, Israel menutup hampir seluruh akses bantuan ke Gaza, menyebabkan kelaparan massal yang disebut oleh PBB sebagai bencana kemanusiaan buatan manusia.
Distribusi bantuan mulai dibuka kembali melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga yang didukung oleh AS dan Israel sendiri. Namun, distribusi ini juga berujung tragedi.
Dilaporkan media media internasional, lebih dari 1.000 warga Palestina syahid pada saat berupaya mengakses bantuan, sebagian besar karena ditembaki oleh militer Israel saat antre ingin mengambil bantuan.
“Kami menyaksikan ribuan orang kelaparan, anak-anak mati di pangkuan ibu mereka, dan warga sipil tertembak saat mengejar sekarung tepung,” ujar salah satu relawan kemanusiaan kepada Al Jazeera.
Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 59 ribu warga Palestina telah meninggal dunia sejak agresi Israel dimulai pada Oktober 2023, mayoritas yang meninggal dunia adalah perempuan dan anak-anak.
PBB dan berbagai organisasi HAM internasional hanya bisa mengecam blokade dan bombardir Israel sebagai tindakan genosida meskipun tidak bisa berbuat apa-apa dan terkesan tidak punya kemampuan menekan Israel.
Namun, berkat aksi kemanusiaan dari orang orang yang peduli –bukan pemerintah– di seluruh dunia yang rutin melakukan unjuk rasa, akhirnya membuat Tel Aviv sedikit melunak.
Editor: Tim Redaksi