UTAMA

Ada yang Ingin Menyulut Api Konflik agar Aceh Dihindari Investor

×

Ada yang Ingin Menyulut Api Konflik agar Aceh Dihindari Investor

Sebarkan artikel ini
Darnisaf Husnur. Foto: Dok. MITRABERITA.NET

MITRABERITA.NET | Isu lama tentang empat pulau milik Aceh yang kini secara administratif tercatat di wilayah Sumatra Utara kembali mencuat ke permukaan dan menjadi perdebatan sengit di media sosial.

Bukan sekadar sengketa batas wilayah, isu ini dinilai sengaja dimunculkan untuk mengacaukan stabilitas Aceh, dan lebih jauh lagi, menggagalkan masuknya investor ke Tanah Rencong.

Empat pulau yang disengketakan yaitu Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, selama bertahun-tahun diakui sebagai bagian dari Aceh. Namun kini, status administratifnya beralih ke Sumatra Utara.

Hal ini memicu keresahan banyak pihak, khususnya tokoh-tokoh Aceh yang selama ini dikenal vokal dalam memperjuangkan keadilan wilayah dan kedaulatan identitas Aceh.

“Kalau Aceh terus dipermainkan, kata ‘Merdeka Aceh’ bukan sekadar retorika. Ia bisa kembali menjadi kenyataan,” tegas Darnisaf Husnur, mantan aktivis Referendum Aceh 1999, kepada MITRABERITA.NET, Rabu 4 Juni 2025.

Menurut Bang Saf –sapaan akrab Darnisaf– bagi masyarakat Aceh, polemik empat pulau ini bukan sekadar persoalan teritorial, tapi menyangkut marwah daerah.

“Banyak pihak menilai isu ini kembali digoreng untuk memancing respons emosional dan memicu kegaduhan nasional. Kondisi ini sangat membahayakan,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, polemik ini bukan hanya memperkeruh hubungan antara Aceh dan pemerintah pusat, tetapi juga merusak kepercayaan para calon investor yang sedang melirik potensi besar Aceh di sektor industri dan perikanan.

“Saat daerah lain sibuk menarik investor, Aceh justru dihadapkan pada isu sensitif yang bisa membuat investor berpikir ulang. Ini sangat mencurigakan,” imbuhnya.

Ancaman Nyata bagi Stabilitas Ekonomi

Aceh saat ini sedang berjuang keluar dari ketertinggalan. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, telah menyiapkan peta jalan pembangunan dengan mendorong investasi di berbagai sektor, terutama pembangunan pabrik di wilayah pesisir. Tapi semua rencana itu bisa runtuh jika suasana politik kembali memanas.

Investasi membutuhkan jaminan stabilitas, dan isu seperti ini justru mengirim sinyal sebaliknya. Padahal, Aceh memiliki keunggulan geografis, sumber daya alam melimpah, dan demografi yang siap bekerja.

“Jika pemerintah pusat tidak segera menyelesaikan polemik ini secara adil dan terbuka, maka bukan tidak mungkin bara konflik lama bisa menyala kembali,” tegasnya.

Bahkan, kata Bang Saf, banyak eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang mulai angkat bicara, salah satu pertanda bahwa keresahan telah menyentuh titik rawan.

Karena itu, Bang Saf menyarankan langkah-langkah nyata harus segera diambil pemerintah pusat agar polemik ini tidak membesar menjadi bara konflik.

Kata dia, pemerintah tidak cukup hanya diam dan menyerahkan pada dinamika birokrasi. Dibutuhkan keputusan strategis dan keseriusan menyelesaikan akar masalah.

Ia pun menyarankan beberapa langkah konkret yang bisa diambil pemerintah, diantaranya melakukan audit geospasial terbuka untuk memastikan kembali batas administratif empat pulau tersebut.

Ia pun menyarankan adanya dialog resmi lintas provinsi dan pemerintah pusat dengan melibatkan pemerintah Aceh, Sumut, DPR RI, DPD, serta lembaga geospasial negara.

“Buatlah rencana Undang-undang penegasan batas wilayah termasuk di laut, agar sengketa wilayah tak terus menjadi bom waktu. Kemudian, harus ada jaminan stabilitas keamanan dan kebijakan investasi Aceh yang pasti, agar iklim investasi tidak terganggu oleh isu-isu politik lokal,” paparnya.

Dalam kesempatan itu, Bang Saf juga menyampaikan bahwa Aceh adalah wilayah yang penuh sejarah dan luka masa lalu. Perdamaian yang kini dinikmati merupakan hasil perjuangan panjang dan darah rakyat Aceh.

“Jika bara ini kembali disiram bensin, maka kobaran konflik bisa saja kembali muncul. Pemerintah pusat harus paham, isu sekecil apapun bisa menjadi besar di Aceh,” tuturnya.

Dia mengingatkan pemerintah pusat, jangan sampai kepercayaan rakyat Aceh terkikis karena pembiaran terhadap sengketa wilayah yang semestinya mudah diselesaikan dengan pendekatan hukum dan keadilan.

“Bila keadilan terus diabaikan, maka investasi bukan hanya gagal datang, tapi keamanan nasional pun bisa kembali dipertaruhkan. Aceh tidak boleh lagi dijadikan korban kelalaian, apalagi permainan politik tingkat tinggi,” pungkasnya.

Penulis: Hidayat | Editor: Redaksi

Media Online