MITRABERITA.NET | Penasehat Gubernur Aceh bidang Investasi dan Hubungan Luar Negeri, T. Emi Syamsyumi akrab dikenal Abu Salam, mendesak Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh mengambil langkah tegas, menyusul temuan laporan investigasi mengenai tata kelola tambang.
Melalui keterangan tertulis kepada media, pada Selasa 28 Oktober 2025, pria yang akrab disapa Abu Salam tersebut mendorong evaluasi total dan pemanggilan kepada seluruh perusahaan tambang yang teridentifikasi bermasalah di Aceh.
Menurutnya, langkah tersebut perlu dilakukan untuk memulihkan wibawa pemerintah dan menyelamatkan iklim investasi daerah yang kini carut-marut. Permintaan ini juga didasarkan pada laporan investigasi terbaru (Oktober 2025) yang mengonsolidasikan temuan dari Pansus Minerba DPRA, Kementerian ESDM, dan WALHI Aceh.
“Laporan tersebut mengungkap krisis sistemik dalam tata kelola tambang di Aceh. Data ini sangat mengkhawatirkan. Dinas ESDM Aceh harus segera memanggil mereka semua, satu per satu. Jangan ada yang ditutupi,” ujar Abu Salam, dikutip MITRABERITA.NET, Rabu 29 Oktober 2025.
Abu Salam bahkan menyebut sejumlah perusahaan tambang yang telah mendapat teguran dari instansi terkait karena sejumlah persoalan dan pelanggaran yang diduga telah merugikan negara, termasuk dugaan pengemplangan pajak yang mencapai puluhan miliar dalam beberapa tahun terakhir.
“Itu baru dari satu perusahaan. Laporan mengestimasi total kerugian negara dari puluhan perusahaan ini bisa mencapai ratusan miliar rupiah,” tegas Abu Salam.
Selain itu, ia juga menyebut 30 perusahaan tambang lainnya yang teridentifikasi bermasalah. Selain 30 perusahaan ini, Pansus DPRA juga menemukan 34 perusahaan pemegang IUP Eksplorasi yang tidak melakukan aktivitas apa pun sejak izin diterbitkan.
Perusahaan-perusahaan bermasalah tersebut dikategorikan dalam beberapa kelompok pelanggaran. “Ini artinya, dari total 64-67 IUP yang ada, hampir semuanya bermasalah. Ini lampu merah bagi tata kelola investasi kita,” kata Abu Salam.
Sebagai Penasehat Gubernur bidang Investasi, Abu Salam melihat kekisruhan ini sebagai penghambat utama masuknya investor berkualitas ke Aceh.
“Ini bukan soal anti-investasi. Justru sebaliknya. Kita sedang berupaya menciptakan iklim investasi yang sehat. Bagaimana investor serius mau masuk jika tata kelola kita bobrok dan tidak ada kepastian hukum? Kepercayaan adalah mata uang utama,” jelasnya.
Untuk itu, Abu Salam mengusulkan tiga langkah solusi yang harus segera dieksekusi oleh dinas terkait, khususnya Dinas ESDM Aceh dan DPMPTSP Aceh. Berikut tiga rekomendasi Abu Salam:
1. Audit dan Penegakan Hukum: Panggil dan audit seluruh 30 perusahaan ini. Yang terbukti melanggar moratorium Pansus DPRA dan cacat prosedur, izinnya harus dievaluasi ulang, bahkan dibekukan atau dicabut.
2. Kejar Tunggakan Pajak: Segera lakukan penagihan paksa tunggakan pajak PBBKB Rp45,39 miliar dari PT Mifa Bersaudara. Ini hak rakyat Aceh yang tidak bisa ditawar. Jika mangkir, tempuh jalur hukum pidana.
3. Reformasi Total Perizinan: Benahi total DPMPTSP Aceh. Rekomendasi Pansus DPRA soal rotasi menyeluruh pejabat harus dijalankan untuk memutus rantai ‘persekongkolan jahat’. Kita butuh sistem perizinan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Abu Salam mengingatkan, jika “benang kusut” ini tidak segera diurai, sektor tambang Aceh akan terus menjadi sumber kerugian negara, kerusakan lingkungan, dan ketidakadilan sosial. “Pemerintah Aceh harus bertindak cepat untuk menyelamatkan wibawa pemerintah dan masa depan investasi daerah,” pungkasnya.
Editor: Redaksi













