Memilih Walikota Banda Aceh sekarang sejatinya harus dilihat sebagai upaya kita orang Aceh mencari bibit untuk menjadi pemimpin Aceh ke depan, di tengah keluhan seakan kita mengalami defisit kepemimpinan.
Kepemimpinan Aceh ke depan menghadapi banyak sekali tantangan. Selain tantangan menghadapi tuntutan Gen Z, juga harus menghadapi persoalan mendesak yaitu penghapusan kemiskinan.
Gen Z akan meliputi sepertiga masyarakat Aceh, yang memiliki karakter berbeda dengan generasi sekarang. Didorong perkembangan teknologi apa yang disebut Internet of Things (IoT), mereka memiliki kepekaan yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, lingkungan hidup, dan praktek pemerintahan yang baik.
Mereka tidak terlalu terpengaruh dengan sentimen yang tengah digotong para orang tua mereka sekarang. Ukuran baik pada mereka, karena intensifnya penggunaan IoT, bukan antara dulu dan sekarang tetapi perbandingan mereka adalah negeri orang dan negeri kita.
Sementara menyelesaikan persoalan kemiskinan segera, pasti mensyaratkan pertumbuhan ekonomi. Tanpa pertumbuhan ekonomi, maka tidak bisa tercipta pemerataan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Karena kondisi ini, seorang pemimpin Aceh bukan hanya populer tapi memiliki konsep dan pemahaman terhadap pembangunan ekonomi.
Jadi kepemimpinan Aceh ke depan harus dengan memimpin yang punya kapasitas inteletektual yang cukup, yang kuat pemahamannya terhadap konsep pembangunan, memiliki pemahaman terhadap tata kelola pemerintahan, kepribadian yang kokoh serta memiliki cakrawala yang luas karena menghadapi perubahan situasi yang sangat cepat.
Untuk periode ini, persoalan mencari pemimpin Aceh sudah selesai. Kita akan memilih salah satu dari dua pasangan yaitu pasangan Bustami Hamzah-Fadil Fahmi dan pasangan Muzakir Manaf-Fadhlullah. Salah satu dari pasangan ini yang bertanggung jawab terhadap semua isu Aceh lima tahun ke depan.
Tapi setelah itu, kita harus mempersiapkan dari sekarang Gubernur Aceh ke depan. Jadi memilih calon walikota Banda Aceh sekarang harus dilihat dalam upaya kita mencari stok materi kepemimpinan Aceh masa depan.
Dengan kondisi Aceh sekarang sekarang dan karakter kepemimpinan yang dibutuhkan, maka saya melihat ada pada satu orang yaitu Teuku Irwan Djohan. Kenapa? Ia memiliki kepribadian yang kuat; sebagai mantan pimpinan DPRA sebelumnya, Irwan Djohan paham tentang tata kelola pemerintahan yang baik, dan sangat paham tentang tuntutan Gen Z karena Irwan juga relatif masih muda.
Mungkin agak subyektif pandangan saya ini. Karena saya memberi pendapat terhadap Teuku Irwan Djohan, salah satu calon walikota Banda Aceh yang diusung oleh Partai NasDem dan PKS. Subyektif saya lantaran Irwan sempat menjadi pengurus DPW NasDem tatkala saya menjadi Ketua DPW.
Tapi justru saat itulah saya memiliki kesempatan untuk melihat lebih jauh tentang sosok Irwan Djohan. Dari sanalah saya menyadari betul potensi dan karakter Irwan.
Irwan Djohan, putra mantan Wagub Aceh Teuku Djohan itu, memiliki sikap dasar santun dan sederhana. Ketika berhubungan dengan orang, ia tidak berusaha mematut-matut diri agar dianggap politisi hebat dan dekat dengan semua kalangan.
Saya dulu agak berhati-hati kepada Irwan karena ada yang membisikkan bahwa Irwan ini milih-milih teman. Tapi sebenarnya, ia tidak demikian. Ia dapat berkomunikasi dengan semua kalangan. Irwan adalah teman diskusi yang baik karena kelihatan menguasai persoalan nasional dan internasional.
Di atas segala-segalanya, Irwan ini paham persoalan lingkungannya yang cepat berubah karena mengerti konsep revolusi teknologi 5.0. Bukan sekedar paham, ia tapi juga seorang praktisi IoT. Karena itu Irwan ini saya letakkan ia sebagai salah seorang materi gubernur Aceh ke depan, di tengah kesulitan kita mencari pemimpin Aceh yang baik dan diterima semua pihak.
Penulis: Teuku Taufiqulhadi (Mantan Ketua DPW NasDem Aceh)