MITRABERITA.NET | Pembangunan Gedung Balai Nikah dan Manasik Haji di Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, yang dikerjakan dengan pagu anggaran Rp1,4 miliar (Rp.1,384,127,728.72) di bawah Kementerian Agama, kini menjadi sorotan tajam masyarakat.
Proyek strategis untuk pelayanan publik itu diduga dikerjakan asal jadi, bahkan disebut-sebut menggunakan material pasir laut, yang secara hukum dilarang dan berpotensi merusak kualitas konstruksi bangunan.
Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan bahwa penggunaan pasir laut dilakukan secara terbuka oleh pihak pelaksana. Hal ini memunculkan kekhawatiran serius dari warga, mengingat Pulo Aceh merupakan wilayah rawan gempa dan berlokasi tepat di kawasan pesisir.
Salah satu sumber terpercaya di Pulo Aceh menilai bahwa pengerjaan bangunan ini tidak menunjukkan standar kualitas yang semestinya diterapkan untuk fasilitas publik, apalagi untuk bangunan pelayanan keagamaan.
“Seharusnya pembangunan gedung di Pulo Aceh tidak dikerjakan asal jadi. Apalagi lokasinya dekat dengan laut. Kita sangat khawatir bangunan itu tidak berkualitas dan rentan roboh,” ungkapnya, Kamis 4 Desember 2025.
Sumber MITRABERITA.NET itu menegaskan bahwa penggunaan material yang tidak sesuai standar dikhawatirkan dapat membahayakan masyarakat dan merugikan negara.
“Pulo Aceh adalah wilayah gempa. Kalau bangunannya dibuat sembarangan, kita takut gedung ini tidak bertahan lama. Sayang uang pemerintah, sayang masyarakat,” katanya.
Warga Minta Aparat Penegak Hukum Segera Turun ke Lapangan
Keresahan warga semakin kuat karena dugaan penggunaan material ilegal ini bukan pertama kali terjadi. Mereka menilai pengawasan terhadap proyek pemerintah di Pulo Aceh selama ini sangat lemah.
“Jangan sampai negara rugi, masyarakat tidak dapat manfaat. Karena itu, kita berharap ini menjadi perhatian aparat penegak hukum. Warga Pulo Aceh sudah sering diperlakukan tidak adil. Banyak sekali pekerjaan di sini yang dikerjakan asal jadi,” tegas sumber tersebut.
Masyarakat meminta pihak kejaksaan, kepolisian, dan inspektorat kementerian untuk memeriksa langsung ke lokasi agar bisa mengetahui langsung kondisi bangunan yang saat itu sedang dikerjakan.
Mengingat pasir laut merupakan material terlarang, dugaan penggunaannya dalam proyek negara bisa berimplikasi pada tindak pidana lingkungan hidup maupun tindak pidana korupsi.
Hingga berita ini dirilis, media belum mendapatkan penjelasan resmi dari pihak kontraktor pelaksana maupun pengawas, terkait dugaan penggunaan pasir putih pada bangunan tersebut.
Sementara warga berharap agar aparat penegak hukum melakukan investigasi menyeluruh demi memastikan tidak ada penyimpangan anggaran dan demi keselamatan masyarakat Pulo Aceh sebagai wilayah terluar Republik Indonesia.
Penulis: Hidayat Pulo | Editor: Redaksi













