MITRABERITA.NET | Pengamat Ekonomi dan Bisnis, Dr. Amri, SE., MSi menilai bahwa rangkaian bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera, terutama Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, sudah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai darurat bencana nasional.
Menurutnya, eskalasi bencana, tingginya jumlah korban terdampak, dan lumpuhnya aktivitas ekonomi di berbagai daerah menunjukkan bahwa pemerintah pusat harus segera turun tangan secara penuh.
“Berdasarkan indikator hukum dan fakta lapangan, kondisi saat ini sudah layak disebut bencana nasional. Pemerintahan daerah di banyak titik tidak lagi berfungsi optimal karena listrik padam, akses jalan terputus, layanan publik lumpuh, sementara kebutuhan masyarakat meningkat drastis,” ujar Dr. Amri kepada media, Rabu 3 Desember 2025.
Dr. Amri menjelaskan, bencana yang terjadi secara simultan di berbagai kabupaten kota dan beberapa provinsi Sumatera telah menimbulkan tekanan besar terhadap rantai pasok nasional. Banyak jalur logistik terputus, pasokan kebutuhan pokok tersendat, hingga harga pangan melonjak ekstrem.
“Dampaknya bukan hanya regional, tetapi sudah menyentuh stabilitas ekonomi nasional. Distribusi barang dari dan ke Sumatera terhenti, harga pangan melambung, dan masyarakat berada pada situasi sangat sulit. Ini bukan lagi sekadar darurat daerah,” tegasnya.
Akademisi dari Universitas Syiah Kuala (USK) itu menilai bahwa kondisi ini masuk dalam kategori gangguan serius terhadap kehidupan ekonomi dan sosial, salah satu syarat utama penetapan bencana nasional sesuai UU Nomor 24 Tahun 2007.
Di beberapa wilayah, jaringan listrik padam berhari-hari termasuk di Banda Aceh sebagai pusat ibukota provinsi, akses transportasi rusak berat, layanan komunikasi terganggu, dan operasional perkantoran tidak dapat berjalan normal.
“Ketika pemerintahan tidak lagi bisa menjalankan tugas dasar melayani masyarakat, mendistribusikan bantuan, mengoordinasikan evakuasi, maka negara harus mengambil alih kendali. Ini esensi penetapan bencana nasional, yakni memulihkan fungsi pemerintahan dan melindungi rakyat,” jelasnya.
Dr. Amri menegaskan bahwa kelumpuhan jaringan listrik dan telekomunikasi saja sudah berdampak langsung pada proses evakuasi, pertolongan, distribusi pangan, bahkan keamanan masyarakat.
Ia menekankan bencana ini tidak terjadi secara terpisah. Rentetan banjir besar, tanah longsor, dan cuaca ekstrem yang melanda Aceh, Sumatra Utara hingga Sumatra Barat menunjukkan bahwa cakupannya lintas provinsi, sebuah indikator kuat untuk status darurat nasional.
“Ini bukan bencana yang terisolasi. Ini bencana regional berskala Sumatera. Tanpa koordinasi nasional, akan sangat sulit ditangani cepat dan menyeluruh. Kalau terus dibiarkan seperti saat ini, potensi chaos itu terbuka lebar. Dan itu sangat bahaya,” tegasnya.
Dr. Amri menilai banyak pemerintah daerah kini bekerja dengan kapasitas terbatas akibat fasilitas rusak dan akses tertutup. Meskipun upaya daerah sangat maksimal, namun menurutnya skala kerusakan sudah berada di luar batas kemampuan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
“Daerah sudah bekerja keras, tapi kapasitas mereka terbatas. Presiden perlu menetapkan status darurat bencana nasional agar pengerahan sumber daya TNI, Polri, BNPB, logistik nasional, dan anggaran darurat bisa dilakukan tanpa hambatan,” paparnya.
Itu sebabnya, Dr. Amri mendorong pemerintah pusat untuk tidak menunggu situasi semakin memburuk.
“Negara harus hadir segera. Setiap jam sangat berarti bagi korban di lapangan. Status darurat bencana nasional bukan hanya formalitas, tetapi mekanisme penyelamatan negara saat daerah tak mampu lagi menahan beban bencana,” tegasnya.
Ia mengatakan bahwa tanpa kebijakan pusat, ekonomi Sumatera terancam stagnasi berkepanjangan, harga pangan makin tidak terkendali, dan masyarakat semakin menderita.
“Jangan sampai bencana ini membuat rakyat tidak percaya lagi kepada pemerintah. Pemerintah harus mengantisipasi jangan sampai dianggap tidak peduli dengan rakyat yang sedang menderita akibat bencana alam,” pungkasnya.
Penulis: Hidayat Pulo | Editor: Redaksi













