MITRABERITA.NET | Pemerintah Kabupaten Aceh Barat resmi meluncurkan program Manajemen Talenta ASN, sebuah kebijakan yang dinilai sebagai langkah revolusioner menuju birokrasi berbasis meritokrasi.
Program ini digadang-gadang menjadi fondasi baru untuk mengakhiri pola lama birokrasi yang kerap ditentukan oleh kedekatan, senioritas, dan patronase politik.
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Dr. Usman Lamreung, menilai kebijakan ini sebagai tonggak penting dalam perjalanan reformasi birokrasi Aceh Barat.
Menurutnya, keberanian pemerintah daerah meluncurkan Manajemen Talenta adalah sinyal kuat bahwa Aceh Barat ingin keluar dari tradisi politik transaksional menuju birokrasi yang profesional dan berorientasi pada kinerja.
“Manajemen Talenta ini adalah lompatan besar. Jika dijalankan sungguh-sungguh, Aceh Barat dapat menjadi contoh nasional bagaimana reformasi birokrasi harus dilakukan,” ujar Dr. Usman Lamreung, Sabtu 22 November 2025.
Menurut Dr. Usman, inti dari Manajemen Talenta adalah memastikan jabatan tidak lagi diberikan berdasarkan loyalitas politik, tekanan kelompok tertentu, atau kedekatan personal. Dengan sistem ini, aparatur akan dipromosikan berdasarkan kemampuan, integritas, serta rekam jejak kinerja.
Namun, ia menyebut tantangan terbesar justru datang dari internal: para pendukung politik yang merasa “memiliki saham” dalam kemenangan kepala daerah dan menagih jabatan sebagai kompensasi.
“Tekanan politik akan sangat kuat, terutama dari kelompok yang selama ini menikmati pola lama. Resisten, sabotase kebijakan, hingga pengelompokan faksi bisa saja terjadi,” tegasnya.
Secara substansial, Manajemen Talenta membawa dampak luas terhadap kultur birokrasi. Diantaranya; mewujudkan kompetisi sehat antar ASN, menutup ruang transaksi jabatan, memperkuat kualitas layanan publik, serta mendorong aparatur bekerja berdasarkan kemampuan, bukan kedekatan.
Namun Dr. Usman menekankan bahwa implementasi di lapangan tidak akan mudah. Budaya senioritas, ego sektoral, hingga campur tangan politik bisa menjadi hambatan serius.
Agar Manajemen Talenta tidak menjadi sekadar jargon, Dr. Usman menegaskan bahwa Aceh Barat harus membangun mekanisme yang transparan dan terpercaya. Ia memberikan beberapa rekomendasi penting.
Seperti, membangun assessment center independen, menjamin keterbukaan proses penilaian dan seleksi, menegakkan reward and punishment secara objektif, dan menjamin perlindungan politik bagi pejabat yang menjalankan reformasi.
“Reformasi birokrasi tidak cukup dengan regulasi. Ia butuh nyali dan komitmen politik yang konsisten. Jika kepala daerah goyah, maka sistem ini akan tumbang,” ujar Dr. Usman.
Sebagai kepala daerah, Bupati Tarmizi kini berada pada titik krusial. Publik menunggu apakah ia akan menempatkan profesionalisme sebagai prioritas, atau menyerah pada tekanan loyalis politik.
Dr. Usman menegaskan bahwa masa depan reformasi birokrasi Aceh Barat sangat ditentukan oleh ketegasan pemimpinnya.
“Ini momentum besar. Jika konsisten, Aceh Barat bisa memasuki babak baru birokrasi modern. Jika tidak, ia akan kembali menjadi korban politik lama,” tutupnya.
Penulis: Hidayat Pulo | Editor: Redaksi













