MITRABERITA.NET | Hujan yang selama ini menjadi simbol kesegaran dan kehidupan kini membawa kabar mengkhawatirkan bagi masyarakat Indonesia, setelah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaporkan temuan mengejutkan.
BRIN menyebut bahwa air hujan di berbagai kota besar Indonesia telah tercemar partikel mikroplastik, menambah panjang daftar krisis lingkungan yang mengancam kesehatan manusia.
Temuan ini langsung mendapat perhatian dari Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, yang menilai hasil riset BRIN sebagai peringatan dini bagi pemerintah dan masyarakat untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengendalikan polusi plastik.
“Temuan mikroplastik di air hujan menunjukkan betapa luasnya dampak pencemaran plastik terhadap kehidupan kita. Ini bukan hanya isu lingkungan, tapi juga kesehatan publik yang perlu mendapat perhatian lintas sektor,” ujar Netty, Rabu 5 November 2025.
Penelitian yang dipimpin Profesor Riset BRIN bidang oseanografi, Muhammad Reza Cordova, telah berlangsung sejak 2022. Hasil pengujian menunjukkan bahwa seluruh sampel air hujan mengandung partikel mikroplastik, mulai dari fragmen kecil hingga serat sintetis seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, dan polibutadiena.
Rata-rata, ditemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi setiap harinya, dengan konsentrasi tertinggi di kawasan pesisir Jakarta.
Fenomena ini menunjukkan bahwa plastik yang sebelumnya hanya menjadi masalah di laut dan udara, kini telah turun bersama air hujan dan masuk ke sistem ekosistem perkotaan.
Bagi Netty, hasil riset tersebut menandakan bahwa pencemaran plastik telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dan berdampak langsung terhadap kesehatan manusia.
“Kita mengapresiasi riset BRIN ini. Namun perlu penjelasan ilmiah lanjutan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai tingkat risiko dan dampaknya terhadap kesehatan manusia, termasuk kulit dan sistem pernapasan. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang jelas agar tidak menimbulkan kepanikan,” tegas politisi Fraksi PKS itu.
Netty menambahkan, edukasi publik harus berjalan beriringan dengan riset dan kebijakan. Menurutnya, masyarakat perlu diberi panduan praktis untuk melindungi diri dari paparan mikroplastik, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, pekerja lapangan, dan warga perkotaan.
“Edukasi publik penting. Misalnya, imbauan untuk mencuci kulit setelah kehujanan, memakai pelindung saat beraktivitas di luar ruangan, dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai yang menjadi sumber utama mikroplastik,” katanya.
Dalam penutup pernyataannya, Netty menekankan pentingnya kerja lintas kementerian dalam menanggulangi masalah mikroplastik, yang kini telah menjadi isu nasional.
“Kita perlu kerja bersama antara Kementerian Kesehatan, KLHK, BRIN, dan lembaga lain untuk memastikan udara, air, dan tanah kita bersih dari partikel berbahaya. Penanganan mikroplastik adalah bagian dari upaya menjaga kesehatan masyarakat secara berkelanjutan,” tutupnya.
Para peneliti BRIN memperingatkan bahwa mikroplastik yang terbawa hujan berpotensi masuk ke sistem air minum, lahan pertanian, bahkan tubuh manusia.
Meski efek jangka panjangnya belum sepenuhnya dipahami, berbagai studi menunjukkan adanya risiko iritasi kulit, gangguan hormon, dan masalah pernapasan akibat paparan partikel plastik mikroskopis.
Fenomena ini menjadi alarm keras bagi pemerintah dan masyarakat: polusi plastik kini bukan hanya masalah laut, tapi telah meresap hingga ke langit dan turun ke bumi bersama hujan.
Editor: Redaksi













