MITRABERITA.NET | Langkah artis Sandra Dewi yang mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas penyitaan sejumlah harta dan aset miliknya oleh Kejaksaan Agung menjadi babak baru yang menyita perhatian publik.
Langkah hukum ini diambil istri Harvey Moeis demi mendapatkan kembali aset yang disita Kejaksaan dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang menjerat suaminya.
Sandra Dewi berulang kali menegaskan bahwa harta dan barang mewah yang ikut disita adalah hasil kerja kerasnya di dunia hiburan, bukan berasal dari tindak pidana korupsi.
Namun, penyidik Kejaksaan Agung tidak tanpa dasar. Sejumlah aset milik Sandra Dewi, mulai dari kondominium hingga perhiasan dan tas mewah, disebut memiliki keterkaitan dengan dugaan aliran dana hasil kejahatan dalam kasus korupsi pengelolaan timah di wilayah izin PT Timah Tbk tahun 2015–2022.
Langkah hukum Sandra Dewi kini menjadi sorotan publik. Di satu sisi, ia ingin mempertahankan hak pribadi atas aset yang diyakininya sah. Namun di sisi lain, negara berupaya menegakkan hukum melalui penelusuran aset yang diduga terhubung dengan praktik kejahatan keuangan.
Kasus ini tak hanya soal harta benda, tetapi juga menyangkut integritas seorang publik figur yang selama ini dikenal berpenampilan sempurna dan jauh dari kontroversi. Kini, citra itu diuji oleh gelombang besar kasus korupsi yang menyeret sang suami.
Bagi banyak pengamat, langkah Sandra Dewi di pengadilan bukan sekadar perlawanan hukum, melainkan ujian moral di hadapan publik yang menilai antara cinta, kesetiaan, dan batas tanggung jawab hukum seorang istri terhadap harta suaminya.
Kejaksaan Agung diyakini tak akan mundur dalam upaya mengembalikan kerugian negara dari kasus korupsi timah. Di sisi lain, publik menanti pembuktian Sandra Dewi atas klaim bahwa seluruh aset yang disita adalah hasil jerih payahnya sendiri.
Kasus ini akan menjadi preseden penting, bukan hanya bagi penegakan hukum di Indonesia, tetapi juga bagi publik figur yang hidup di tengah sorotan, di mana nama baik terkadang lebih mahal dari harta yang dipertahankan.
Di sisi lain, Pendiri Lembaga Anti Pencucian Uang Indonesia (LAPI), Dr. Ardhian Dwiyoenanto, menilai langkah Sandra Dewi menempuh jalur hukum memang merupakan hak konstitusional, tetapi ia juga memberi peringatan bahwa langkah itu berpotensi menjadi bumerang jika aset yang disengketakan terbukti berasal dari hasil kejahatan.
“Saya yakin Kejaksaan tidak sembarangan dalam mengidentifikasi harta Dewi Sandra dan Suaminya. Saya juga yakin bahwa Kejakgung telah meminta PPATK untuk melakukan kegiatan Follow the Money dan Follow the Asset atas kasus tersebut. Saya juga bisa pastikan PPATK telah mengirimkan Laporan Hasil Analisis (LHA),” ungkap Dr. Ardhian Dwiyoenanto, dilansir Sindonews, Senin 27 Oktober 2025.
Menurutnya, Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK disusun dengan data yang dapat dipertanggungjawabkan dan diikuti secara mendalam, menelusuri aliran uang baik secara vertikal maupun horizontal. Analisis ini kerap membuka fakta baru yang sebelumnya tidak diketahui penyidik.
“Saya menduga apabila dilihat dari tempus delicti dan pola transaksinya, bisa terbuka kemungkinan adanya dugaan TPPU Pasif atas Sandra Dewi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Sehingga menurut hemat saya, cukup bijak apabila Sandra Dewi merelakan aset-aset dimaksud daripada justru menjadi bumerang baginya,” kata Dr. Ardhian.
Editor: Redaksi













