MITRABERITA.NET | Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 akan mencapai 5,1 persen, lebih tinggi dari titik tengah kisaran 4,6–5,4 persen yang sebelumnya ditetapkan.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa proyeksi ini didukung oleh membaiknya kinerja ekspor, ekspansi belanja pemerintah, serta peningkatan investasi.
“Dengan realisasi triwulan II 2025 PDB sebesar 5,12 persen, dan arah pergerakan ekonomi ke depan, Bank Indonesia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2025 akan berada di atas titik tengah 4,6–5,4 persen. Berarti sekitar 5,1 persen, bahkan bisa lebih tinggi,” kata Perry.
Hal itu disampaikan Gubernur BI itu dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19–20 Agustus 2025. Perry mengatakan, perekonomian Indonesia tetap terjaga di tengah ketidakpastian global akibat kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat.
Meski berdampak pada pelemahan perdagangan dunia, Indonesia relatif lebih ringan terkena dampak karena tarif yang dikenakan hanya 19 persen—lebih rendah dibandingkan banyak negara lain.
Kondisi ini membuat ekspor komoditas seperti pertambangan, kelapa sawit, pertanian, dan perikanan masih berpotensi menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain ekspor, belanja pemerintah yang lebih ekspansif pada semester II 2025 juga diproyeksikan menjadi pendorong pertumbuhan. Begitu pula dengan peningkatan investasi, terutama di sektor transportasi, pergudangan, industri berbasis ekspor, dan proyek strategis nasional.
Dari sisi moneter, BI menilai ruang pelonggaran masih terbuka. Inflasi inti diproyeksikan tetap rendah di kisaran 2,5 persen, sementara kesenjangan output (output gap) masih negatif.
Hal ini membuat penurunan suku bunga acuan BI Rate sebanyak empat kali sepanjang tahun 2025 masih sejalan dengan kondisi perekonomian.
“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sejalan dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi, dengan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” ujar Perry.
Perry menambahkan, stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga berkat intervensi BI di pasar valuta asing melalui transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), hingga pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Koordinasi pemerintah dan BI, lanjutnya, juga akan terus diperkuat. Pemerintah berfokus pada peningkatan belanja anggaran, sementara BI menempuh kebijakan penurunan suku bunga, ekspansi likuiditas, insentif makroprudensial, digitalisasi, hingga pendalaman pasar keuangan.
“Semuanya itu diarahkan untuk bersama pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” tegas Perry, seperti dilansir Tirto.id.
Editor: Tim Redaksi