MITRABERITA.NET | Ombudsman RI Perwakilan Aceh menyerahkan 19 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait temuan maladministrasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru Madrasah (PPDBM) tahun 2025.
Temuan ini mencakup pungutan liar, penjualan seragam dan buku, serta praktik yang tidak sesuai dengan aturan, dengan nilai total pungutan mencapai lebih dari Rp11 miliar.
Laporan tersebut diserahkan langsung oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Aceh, Dian Rubianty, kepada 12 kepala madrasah di Banda Aceh yang terlapor, serta kepada atasan mereka di Kementerian Agama (Kemenag) Aceh dan Kemenag Kota Banda Aceh.
“Ditemukan maladministrasi saat PPDBM berlangsung pada 12 madrasah yang dilaporkan ke Ombudsman,” ungkap Dian saat acara penyerahan di Kantor Ombudsman RI Aceh, pada Kamis 13 Agustus 2025 lalu.
Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan, Ayu P. Putri, menambahkan bahwa temuan maladministrasi meliputi; pungutan di luar ketentuan, penjualan seragam dan buku, pelaksanaan PPDBM yang tidak sesuai juknis.
Selain itu, ditemukan kepala madrasah yang memimpin rapat komite, padahal seharusnya menjadi ruang musyawarah orang tua tanpa intervensi pihak sekolah.
Menurut Ombudsman, praktik tersebut jelas melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, serta Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 64 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis PPDBM.
“Aturannya jelas, tidak boleh ada biaya apapun selama proses PPDBM berlangsung. Yang tidak dipatuhi 12 madrasah ini adalah regulasi dari Kementerian Agama, bukan sekadar larangan Ombudsman,” tegas Dian.
Meski tidak ada kerugian negara secara langsung, Ombudsman menilai pungutan liar berpotensi besar menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
“Untuk menentukan seberapa besar kerugian masyarakat, diperlukan audit atau pemeriksaan lebih lanjut oleh lembaga berwenang,” ujar Dian, dalam keterangan tertulis kepada media.
Sebagian madrasah yang diperiksa telah mengembalikan pungutan tersebut setelah mendapat saran perbaikan dari Ombudsman. Namun, bagi yang belum, temuan tersebut dituangkan dalam LHP dan diwajibkan untuk segera mengembalikannya dalam waktu 30 hari.
“Ombudsman Aceh akan memonitor pelaksanaan tindakan korektif ini,” tegas Dian.
Ia menegaskan PPDBM bukan sekadar urusan administratif, melainkan bagian dari hak konstitusional warga negara dalam mengakses pendidikan. Menurutnya, pungutan liar mencederai prinsip keadilan dan berpotensi menimbulkan diskriminasi.
“Akses pendidikan berkualitas adalah hak setiap anak Aceh. Penyelenggaraannya yang bebas pungutan adalah wujud Aceh Mulia,” tutupnya.
Ombudsman juga telah berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh, DPRA, pemerintah kabupaten/kota, organisasi masyarakat sipil, serta aparat penegak hukum untuk memastikan pelaksanaan PPDBM yang lebih transparan, adil, dan bebas dari praktik pungli di masa mendatang.
Editor: Tim Redaksi