MITRABERITA.NET | Pemerintah Iran menegaskan bahwa Amerika Serikat harus mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas serangan militernya terhadap tiga fasilitas nuklir Iran yang terjadi pada 22 Juni lalu, sebelum kedua negara dapat kembali ke meja perundingan nuklir.
Pernyataan tegas itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dalam wawancara eksklusif dengan surat kabar Prancis Le Monde, dikutip Jumat 11 Juli 2025.
Araghchi menegaskan bahwa diplomasi tidak bisa berjalan sepihak, dan Amerika telah menyimpang dari jalur perundingan dengan memilih aksi militer.
“Diplomasi adalah jalan dua arah, dan AS-lah yang memutuskan negosiasi untuk beralih ke aksi militer,” ujar Araghchi.
Menurutnya, tanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan dalam serangan itu tidak bisa dikesampingkan. Ia juga menekankan pentingnya jaminan bahwa tindakan serupa tidak akan terulang selama proses diplomasi berlangsung.
“Harus dijamin bahwa di masa mendatang, selama negosiasi, AS tidak akan melancarkan serangan militer,” tambahnya.
Iran Tuntut Kompensasi
Lebih lanjut, Araghchi menyebut bahwa Iran berhak untuk menuntut kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan tersebut. Pemerintah Iran hingga kini masih menghitung kerugian akibat rusaknya fasilitas nuklir dan infrastruktur pendukung lainnya.
Meskipun komunikasi diplomatik antara Teheran dan Washington masih berlangsung secara tidak langsung melalui perantara, format negosiasi di masa mendatang diperkirakan akan mengalami perubahan signifikan sebagai dampak dari meningkatnya ketegangan ini.
Perkembangan ini membuat masa depan perundingan nuklir Iran-AS berada dalam ketidakpastian.
Serangan yang dilakukan AS pada 22 Juni lalu disebut sebagai respons atas dugaan aktivitas pengayaan uranium yang dianggap melampaui batas perjanjian internasional.
Namun Iran menepis tuduhan tersebut dan menyebut serangan itu sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan nasional.
Pakar hubungan internasional menyebut bahwa syarat yang diajukan Iran bukan sekadar formalitas diplomatik, melainkan pesan politik yang menuntut perubahan pendekatan dari Washington, khususnya di bawah pemerintahan saat ini.
Jika syarat-syarat dari Teheran tidak dipenuhi, peluang untuk melanjutkan dialog nuklir yang selama ini menjadi fokus pengawasan internasional bisa semakin menyempit.
Editor: Tim Redaksi












